Minggu, 02 Januari 2011

Dalam Mihrab Cinta


Ya, setelah dilaunching tanggal 23 Desember 2010 kemarin akhirnya saya bisa menonton film ini juga dengan perjuangan yang cukup melelahkan. Bagaimana tidak, untuk menonton film di bioskop saya perlu berkendara lebih dari 4 jam sampai kota Surabaya. Maklum, di Probolinggo belum dijumpai bioskop (atau memang tidak laku?). Sebenarnya saya ndak terlalu ngerti jadwal penayangan film tersebut. Berbekal akses via hp, akhirnya saya tahu bahwa di Tunjungan Plaza ditayangkan jam 18.30. Nah, tujuan pertama adalah Hi-Tech Surabaya sekedar melihat-lihat perkembangan laptop, komputer, atau gadget nya. Siapa tahu ada yang kecantol dan terbeli. Sesampainya di sana, eh kok malah sepi. Maklum, mungkin tahun baruan pada libur kali. Akhirnya diputuskan untuk pindah ke WTC wong tujuan awalnya mau nyari HP (temenku). Setelah pusing-pusing di WTC, dapat juga android yang dicari.
Sekarang giliran untuk nyari bioskop, sepertinya Tunjungan Plaza emang agak deket dengan WTC. Tapi, pusing-pusing lagi, akhirnya nyasar di Plaza Surabaya. Tak apalah, penting tujuan tercapai. Ternyata film Dalam Mihrab Cinta tertayang juga di mata jam 19.30 WIB. Secara umum ceritanya tidak terlalu jauh menyimpang dari novel yang ditulis oleh Habiburrahman El Shirazy (yang belum menyimak novelnya, saya anjurkan untuk menyimak terlebih dahulu sebelum menonton filmnya). Dari beberapa film yang sudah diangkat dari novel sebelumnya, ada sedikit kesamaan karakteristik pada tokoh utamanya yaitu dilema tokoh utama dalam memilih pasangan hidupnya dan akhirnya pasti happy ending. Yang sedikit berbeda dari film sebelumnya adalah masalah perjalanan tokoh utama dan setting ceritanya. Kalau di film ayat-ayat cinta tokoh utama diceritakan seakan-akan sempurna dari sisi pribadinya. Pada film Ketika Cinta Bertasbih sudah mulai "manusiawi" dalam menceritakan tokoh utamanya. Artinya, tokoh diceritakan dengan sisi kelebihan dan sisi kelemahan yang tampak sedangkan pada film Dalam Mihrab Cinta tokoh utama pernah mengalami masa-masa sulit dalam ujian hidupnya, bahkan sudah pernah menjadi seorang yang sangat jauh dari ciri orang sholeh yaitu peran pencopet meskipun di akhirnya memang menjadi salah satu panutan bagi lingkungannya. Anyway, ada pelajaran yang dapat saya ambil dari perjalanan seorang Syamsul Hadi dalam pencarian jati dirinya.

"Orang sholeh itu bukanlah orang yang tidak pernah melakukan sama sekali salah ataupun khilaf dalam hidupnya tapi orang sholeh adalah orang yang mampu bangkit dari keterpurukan dan dosa yang pernah dilakukan sehingga manislah akhirnya".

4 komentar:

  1. sippppp....

    lha trs mihrab itu jane apa to artinya..
    dr pebincangan dg teman artinya pencarian,,arti sesungguhnya og sudut ruang keci,,biasanya buat khotbah..

    BalasHapus
  2. Aku yo durung ngerti je nis,..
    Tapi ngerti atau nggak ngerti paling tidak ada hikmah yang bisa diambil setelah nonton film itu plus jalan-jalan ke gramedia, hunting buku (yang biasanya sangat tidak pernah dilakukan)

    BalasHapus
  3. trus nek ndilalah ada orang yang tidak pernah melakukan sama sekali salah ataupun khilaf dalam hidupnya, itu brarti gak sholeh ya mas hasaaaan?

    BalasHapus
  4. Emang eneng yo?he..he..Pastilah setiap orang pengen sholeh,pengen cerak ro wong sholeh,pengen mensolehkan lingkungane

    BalasHapus