Jumat, 28 Desember 2012

Paksakan Saja Masuk Kondisi Itu


Malam yang terasa lebih panjang daripada malam-malam sebelumnya.
Jumat malam. Dengan terburu-buru saya lajukan  motor menuju kampus. Tidak seperti biasanya, sore itu lalu lintas kendaraan begitu padat sehingga terasa sedikit kemacetan di sepanjang Jalan Wates menuju Gamping. Mungkin karena memang akhir pekan sekaligus hari kerja terakhir di penghujung tahun 2012, banyak yang memutuskan untuk menikmati liburan akhir tahun di Jogja. Selain itu lalu-lintas terasa semakin semrawut dengan rintik hujan yang seharian mengguyur kota Jogja.   Alhasil, terlambatlah saya mengikuti ujian hari ketiga semester ini. Baju yang basah, perasaan yang grogi bercampur kurangnya persiapan materi membuat saya cukup lama terbengong memandangi lembaran soal di atas meja sambil mencoba mengorek kembali memori yang sempat saya simpan, tetapi nihil hasilnya. Di menit terakhir saya kumpulkan lembar jawaban yang tertoreh beberapa kalimat sambil berharap ada sebentuk upah dari torehan  tadi.
Ya, hanya sekedar berharap ada upah menulis yang saya dapatkan.

Jumat, 21 Desember 2012

Membangun Fondasi atau Memilih Jalan Lain?



“Posisiku kan sangat tidak strategis”, keluhnya,”Cuman bisa menikmati dan terdzolimi”.
Demikian sepenggal kutipan BBM dari seorang sahabat yang bekerja di salah satu Kementerian. Saya tidak tahu persis posisi di tempat kerjanya. Sepanjang yang saya tahu, dia bukan berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) meskipun rutinitas pekerjaannya dilakukan di Kementerian.
“Sepertinya kejenuhan ini sudah sampai titik nadir”, lanjutnya.

Kamis, 13 Desember 2012

Loncatan Persepsi



Siang yang membosankan sekaligus melelahkan. Setidaknya hal itu yang saya rasakan di penghujung tahun 2012 ini. Kebosanan yang mungkin disebabkan karena semakin besarnya tekanan di penghujung tahun atau mungkin hanya tekanan akibat kelelahan rutin yang menumpuk. Hal yang sangat dipengaruhi oleh persepsi. Saya yakin bahwa banyak orang yang mempersepsikan bahwa akhir tahun adalah saat untuk melepaskan diri dari persepsi kelelahan dan saat untuk mengharap aktivitas yang fresh dapat dilakukan di awal tahun nanti.
Kepenatan yang dirasakan setiap orang pun bervariasi. Sebagian merasakan penat karena frekuensi kerja yang cenderung meninggi dan sebagian lain penat justru karena merasakan bahwa keberadannya di tempat kerja kurang dianggap. Dengan kata lain, kapasitas yang dimiliki tidak diberdayakan secara optimal di dalam organisasi atau tempat kerja.
Beberapa waktu yang lalu kebetulan saya ngobrol dalam suasana yang santai dengan teman saya. Teman saya ini sedikit mengeluhkan dengan kondisi kerjanya.
“Saya itu pusing bukan karena banyak kerjaan”, katanya.
“Justru karena bos saya tidak menganggap saya itu bisa”, lanjutnya.

Jumat, 07 Desember 2012

Creating Happiness Bag



Perjalanan dinas yang melelahkan di Surabaya. Setidaknya stigma kelelahan itu yang sering saya rasakan ketika harus meninggalkan kota Jogja, sekalipun untuk waktu yang singkat. Berbeda ketika saya masih bekerja di Jakarta, ada rasa bahagia ketika saya harus meninggalkan kota Jakarta untuk perjalanan dinas yang panjang. Sedikit rasa penat itu luruh ketika pesawat yang saya tumpangi mulai meninggalkan Cengkareng. Apalagi jika tujuan perjalanan dinasnya ke Jogja, hehe.
Di tengah lelah dan penat yang saya rasakan di Surabaya, terngiang satu pertanyaan menarik yang dilontarkan teman saya di tengah obrolan pengantar tidur. Kebetulan saya dan teman saya menginap di tempat yang sama.
“Piye kerjaannya?”

Minggu, 02 Desember 2012

Endless Loop of Speculation



“Eh, San”, Muncul BBM dari rekan kerja saya,”Define me in one word”, lanjutnya.  Mau nggak mau saya harus berhenti sejenak menikmati kuah  bakso malam ini. Saya membalas BBM-nya asal, “Lucu”. Sejujurnya saya nggak terlalu memikirkan balasan yang baru saja saya kirimkan, justru yang sedang menari di pikiran saya adalah pertanyaannya itu. Apa yang mendasari munculnya survey penilaian spontan tersebut.
“Apa tujuanmu ngumpulin pendapat orang tentang dirimu?”, telisik saya,”Aneh”.
“Gak ada tujuan apa-apa”, jawabnya, “Cuman pengen ngumpulin kata-kata dari banyak orang.
“Trus buat apa?”
“Kagak, iseng aja. Siapa tahu ada yang jelek, ntar dirubah”, lanjutnya.
Entahlah, jawaban itu iseng atau serius. Bisa jadi dia berniat untuk mendapatkan data yang akurat terkait dengan keberadaan dirinya di antara teman-temannya. Tentu saja akan melegakan hati ketika hasil surveynya cenderung mengatakan bahwa teman saya ini baik dan hanya sebagian kecil saja yang menjawab buruk. Tapi bagaimana bila hasil surveynya mengatakan sebaliknya?