Senin, 23 Agustus 2010

Beastudi Etos Jogja

Mungkin adalah sebuah angan-angan saja saya bisa melanjutkan pendidikan sampai tingkat S1, bahkan di perguruan tinggi BHMN yang biayanya (menurut orang tua saya) sangatlah mahal. Bagaimana tidak mahal lha wong mau masuk di fakultas teknik saja mesti bayar 5 juta dulu sumbangannya, dan biaya tiap semester rata-rata 2 juta, belum itu untuk kebutuhan makan, kebutuhan kuliah yang lain, kost, dan lain-lainnya. Wuih, kalau dibayangkan pas masa SMA dulu sih nggak kebayang bisa mbayarnya dari mana. Tapi mungkin sudah rejeki dari Allah buat saya kalau saya yang hanya anak petani ini bisa menyelesaikan kuliah sampai tingkat sarjana. Yoh, ini cerita saja mas dan mbak yang membaca blog saya ini. Pas mau lulus SMA kira-kira ya semester awal kelas tiga saya sudah mulai bingung tuh mau ngapain. Mau kuliah, takut biayanya mahal. Mau kuliah di sekolah kedinasan juga nggak semua gratis (masih harus ngeluarin biaya makan, kost, dll. Yang terbilang nggak murah lah *berdasarkan cerita-cerita yang sudah kuliah di sana sih*). Nah, saya memang suka menyingkat cerita. Pas tahun saya masuk kebetulan ada tawaran dari UGM untuk kuliah dengan biaya nol rupiah sampai tahun ke empat. Nah, saya coba deh minta didaftarin sama pihak sekolah. Siapa tahu beruntung. Eh,..tak berselang beberapa lama pengumuman sudah keluar, tepatnya bulan Februari 2010. Alhamdulillah, saya tercatat sebagai penerima beasiswa full 4 tahun dari subsidi silang. Alhamdulillah, harapan untuk kuliah terbuka sangat lebarnya. Padahal masih kira-kira 6 bulan lagi masuknya alias saya belum lulus dari SMA. Efeknya, jadi nggak rajin nih belajarnya (hi..hi..padahal kapan ya rajinnya). Tapi saya tetap berfikir gimana bisa kuliah tanpa merepotkan banyak orang tua. Lama nian berfikirnya. Mau rencana kuliah sambil ngajar privat, atau sambil jualan apa saja, atau sambil ngapain lah, yang penting ada duitnya buat makan dan kost. Eh,.subhanallah, memang pertolongan dari Allah datangnya dari arah yang kadang-kadang nggak pernah kita duga. Pas saat itu pula ada pendaftaran yang namanya Beastudi Etos. Pas saya baca di pamfletnya sih dikasih uang saku 250 ribu per bulan, dapat asrama gratis, plus dapat pembinaan di asrama. Dan tes pun dilakukan. Cukup banyak dan melelahkan. Bahkan saya harus rela meninggalkan satu ujian praktek (mengarang bahasa Inggris) hanya gara-gara ngikutin tes yang dilaksanakan di kota Jogja, tepatnya sih di area kampus UGM. Singkat cerita lagi, tes dan tes terus saya ikuti. Kalo nggak salah ingat, dulu tesnya ada 4 kali dan semuanya mesti dilakuin di kota Jogja. Untung ada temen saya yang setia nganterin tes ke sana kemari (namanya Dani, nanti deh, kalau ada kesempatan nulis lagi tak ceritain). Nah, pengumuman hasil tes beasiswa pun ada kira-kira bulan Agustus dan Alhamdulillah nama saya tercantum di pengumuman yang dimuat di harian Republika itu. So, Allah sungguh memudahkan saya untuk bisa kuliah. Nah, cerita tentang kuliah saya ditunda untuk kesempatan cerita kali ini. Saya akan lebih banyak cerita tentang beasiswanya itu.
Ternyata beasiswa ini memang diperuntukkan untuk mahasiswa yang berprestasi (wuih,.ternyata saya berprestasi juga ya he..he..he..). Artinya sih, secara psikologis punya keinginan untuk maju dan mau bersikap mandiri. So, nggak mudah nggantungin hidup ke orang lain, apalagi jadi benalunya orang lain. Kalau lagunya Aa’ Gym sih bilangnya gini :
Bertekad tidak menjadi beban..
Bertekad jadi suri tauladan..
(terus lupa lanjutannya).
Nah, di sini mahasiswa ini akan dapat fasilitas seperti yang saya sebutin di atas selama tiga tahun (kalau sekarang sih uang sakunya sudah menjadi 400 ribu per bulan. Cukuplah kalau buat hidup di Jogja). Di sini, mahasiswa akan dididik menjadi orang yang mandiri, tidak menjadi beban orang lain, berprestasi, dan bermanfaat untuk lingkungan sekitarnya selama 3 tahun full. Ternyata beasiswanya ini berasal dari dana zakat yang disumbangkan oleh para muzakki melalui wadah Dompet Dhuafa Republika (DD Republika). Kalau mau gabung, mas atau mbaknya musti mau kuliah di 11 PTN yang direkomendasikan oleh lembaga ini. Rincinya sih dari UNAND di Padang, UI di Jakarta, IPB di Bogor, ITB dan UNPAD di Bandung, UGM di Jogja, UNDIP di Semarang, UB di Malang, ITS dan UNAIR di Surabaya, dan UNHAS di Makassar dengan jurusan yang tertentu. Kalau mau lebih lengkapnya bisa buka di www.lpi-dd.net. Di situ cukup lengkap informasinya. Nah, saya cerita yang di Jogja ya. Rata-rata tiap tahun yang ndaftar di Jogja berkisar antara 250-300 calon mahasiswa. Quota penerimaan rata-rata 15-17 orang. Komposisi putra dan putrinya bebas. Kalau tahun ini sih, putranya ada 5 sedangkan putrinya ada 12 mahasiswa. Yah, di sini kita akan dididik jadi mahasiswa yang baik-baik lah. Tidak hanya cerdas secara akademik akan tetapi juga cerdas di aspek yang lainnya. Akademic is must but character is more. Kalau barusan tak tulis itu slogan saya sendiri. Nah, jumlah asrama yang di Jogja ada 3 buah dengan rincian 2 asrama putrid dan satu asrama putra. Maklum, putrinya kan lebih banyak. Jumlah penerima beasiswa atau biasanya kami sebut dengan Etoser berjumlah 40-an mahasiswa untuk keseluruhan. Setiap sepuluh mahasiswa didampingi oleh satu orang pendamping. Jadi totalnya ada 4 pendamping. Pendamping-pendamping yang pernah mendampingi mahasiswa ini adalah :
1. Budi Santoso (Mantan Presiden BEM MIPA UGM)
2. Romi Ardiansyah (Mantan Presiden BEM KM UGM)
3. Akbar K Setiawan (Dosen FBS UNY)
4. Budiyanto (Mantan Presiden BEM KM UGM dan Koordinator BEM Seluruh Indonesia)
5. Hasanudin (Mantan Presiden BEM Psikologi UGM)
6. Hasan Basri (Mantan Ketua Keluarga Muslim Teknik UGM)
7. Imron Rosyadi (Mantan Presiden BEM Fakultas KH UGM)
Nah, kalau yang putri saya kurang tahu pernah jadi apa di kampus. Rinciannya sebagai berikut :
1. Muslimah (BEM MIPA UGM)
2. Jefi Hamamah (Nggak tahu pernah di mana. Yang jelas sekarang sudah jadi dokter)
3. Yenna Septiani Asri (BEM MIPA UGM)
4. Dwi Widyaningrum (BEM MIPA UGM)
5. Fauziyatul Muslimah (Jamaah Shalahudin UGM)
6. Dunilah (Jamaah Shalahudin UGM)
Nah, itu sekilas orang-orang yang pernah jadi pendamping mahasiswa di Beastudi Etos ini. Kalau dilihat dari yang mendampingi sih berarti etosnya juga mesti ikut organisasi.
Weit, batere sudah low dan malas mau ngetik-ngetik lagi. Oke, cerita akan berlanjut ya, saya matikan laptop saya dulu. Matur nuwun…Besok dilanjut lagi….

23 Agustus 2010
-di sela-sela ngerjakan Telaahan Staff-

3 komentar:

  1. etos telah mengajarkan banyak hal. baik untuk etoser maupun untuk para pendamping.
    teruslah berkarya untuk bakti pada negeri. songsong mihwar dauliy.
    tetap saling mendo'akan

    BalasHapus
  2. hahaha...
    san,,kyone feb 2005 to ya...
    kui lak jaman semongko...

    BalasHapus
  3. Muslimah Pejuang : Mantab nian,.sebagai mantan Etoser saya merasa bangga..

    Anissa Ayu : Iya Nis,aku nek ngeling-eling dadine kangen jaman-jaman SMA biyen

    BalasHapus