Selasa, 01 Februari 2011

Ini Domain Kita

Hari ini, pertemuan singkat dengan GM perusahaan tempat saya bekerja memberikan inspirasi tersendiri bagi saya sehingga tak ada salahnya saya mencoba menuliskannya di note ini. Setelah seharian penuh meninjau perkembangan proyek dan melihat kasus yang baru saja terjadi di proyek ini, beliau menyempatkan diri untuk sharing dengan pegawai di unit ini. Memang keterkejutan kami masih sangat terasa sampai sekarang ketika sehari yang lalu terjadi insiden yang membuat jadwal proyek menjadi kacau dan beliau faham dengan kondisi itu. Di akhir pertemuan yang singkat itu beliau menceritakan sebuah kisah tentang sebuah cangkir kesayangan. Meskipun sebelumnya saya sudah pernah membaca kisah ini, akan tetapi hari ini kisah yang sama itu terasa berbeda. Entahlah, mungkin
karena memang suasananya sedang pas dengan kondisi yang kami alami. Beliau menceritakan, bahwa untuk menjadi sebuah cangkir yang cantik, segumpal tanah liat harus melalui berbagai macam perlakuan mulai dari diinjak-injak, dicangkul, diputar, dijemur di terik matahari, sampai dibakar. Kemudian beliau mengibaratkan bahwa tanah liat itu adalah pegawai perusahaan yang suatu saat akan mewujudkan kecermelangan nilai pribadi maupun perusahaan. Kemudian beliau bertanya, “Kita sudah berada pada fase yang mana? Apakah masih dicangkul, baru dijemur, atau sudah dibakar?”. Tentu masing-masing kita memiliki ukuran tersendiri.
***
Pastilah sepakat, bahwa kita lebih dari sekedar tanah liat
yang menunggu agar menjadi lebih cantik dan disayang. Ada kemampuan, ada kreativitas, dan ada rencana untuk menjadi cantik bahkan bisa jadi melompati tahapan yang normalnya harus dilalui. Beberapa waktu yang lalu saya membaca tabloid Nova yang menceritakan tentang keluarga Ligwina Hananto (seorang financial planner). Dalam tabloid tersebut sengaja dibahas latar belakang keluarga Ligwina Hananto sampai bertemunya Ligwina dengan Mas Dondi yang akhirnya menjadi suaminya. Nah, yang menarik ternyata Ligwina Hananto ini meniru ibunya dalam mengelola keluarganya. Salah satu yang disebutkan adalah tentang pengabdian ibunya kepada ayahnya.
Dia bilang, “Ibaratnya sebelum papa bilang haus, mama sudah menyiapkan minuman buat papa”.
Inilah kreativitas dalam ikhtiar keluarga yang cantik. Bukan berarti pula bahwa dengan kreativitas ini membuat keluarga Ligwina keluarga tanpa pertengkaran.
“Pasti adalah..”, tutur Ligwina.
Akan tetapi dengan kreativitas, tahapan tanah liat diinjak, dijemur, atau dibakar tentu terkelola dengan lebih baik.
***
Kreativitas juga mampu membuat sesuatu yang berjalan biasa menjadi tahapan yang luar biasa. Agaknya kita mesti belajar dari seni manajemen perusahaan yang dilakukan di Starbucks. Inspirasi kreatif ini dapat kita baca di buku yang berjudul The Starbucks Experience : 5 Principles for Ordinary Into Extraordinary. Apa yang membedakan dengan yang lainnya? Kira-kira dua bulan lalu saya menyempatkan diri untuk menonton sebuah film di bioskop yang berada di lantai lima Plaza Surabaya. Karena jam menonton masih cukup lama, saya sempatkan untuk jalan-jalan di Gramedia. Kebetulan di depan Gramedia ada kedai Starbucks. Tertantang juga saya untuk mencicipi sajiannya di samping perut saya yang memang sudah lapar. Di sini, saya merasakan sesuatu yang berbeda. Sajiannya sebenarnya tidak istimewa di telinga kita, sangat umum terdengar yaitu Kopi dan Roti. Akan tetapi Starbucks mampu meracik itu menjadi sajian yang bersenyawa dengan kehangatan pertemuan karena memang suasana pelayanan yang sangat menyenangkan bagi pelanggannya. Kalau ditilik dari bukunya, ternyata ada lima pilar yang memberikan modal setiap karyawan untuk senantiasa berinovasi yaitu “Five Ways of Being” yang masing-masing adalah be welcoming, be genuine, be considerate, be knowledgeable, dan be involved. Saya kira saya tak perlu menceritakan masing-masing, tapi yang jelas kelima pilar itulah yang membuat setiap karyawan merasa memiliki Starbucks dan memiliki tanggung jawab dengan kepemilikan tersebut sehingga mau tidak mau semua mesti berpikir kreatif untuk kemajuan Starbucks.
***
Tanpa kreativitas bisa jadi kita akan lebih cepat memasuki break even point yang lebih rendah dari tujuan cantik kita. Mau mundur sudah kepalang tanggung akan tetapi sudah tidak bisa maju lagi.
Bisa jadi orang lain tidak bisa memaksa diri kita untuk berkreasi. Orang lain bisa jadi hanya memberikan inspirasi yang akan memicu letupan kreativitas karena ini adalah domain kita.

Paiton, 1 Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar