Kamis, 03 Februari 2011

I'm Vario, What About You

Seingat saya, dua hari yang lalu saya chatting dengan seorang adik angkatan yang saat ini masih dalam tahap menyelesaikan kuliahnya. Kami ngobrol ngalor ngidul tentang kuliah, kondisi kampus, sampai membahas tentang organisasi kampus yang kebetulan saya dulu juga pernah di sana.
“Mas, saya tu males banget dengan beberapa anggota yang sekarang itu. Padahal mereka bukan mahasiswa baru lagi. Mereka tiba-tiba ingin keluar dan seakan-akan lepas tanggung jawab mas”, katanya kepada saya.
“Lho, kenapa?”, tanya saya.
“Macem-macem mas alasan mereka. Nggak bisa bagi waktu lah, IPK meluncur lah. Pokoknya nyebelin banget”, jawabnya.
Alasan klasik menurut saya. Saya kira
tidak hanya sekarang atau jaman saya dulu saja, bahkan sebelum-sebelumnya dan dimanapun tempatnya pasti ada alasan seperti itu dan menurut saya wajar. Dalam setiap pilihan yang sudah kita ambil ada kalanya diwarnai dengan hingar bingar dan tak jarang pula sunyi senyap. Termasuk pilihan untuk masuk dan berkarya di dalam sebuah organisasi. Dalam setiap pilihan pasti ada resiko dan sangatlah manusiawi ketika suatu saat kita dapat melewati beberapa resiko yang timbul itu dengan sempurna dan pada saat yang lain ternyata kita tersendat untuk melewatinya atau bahkan tidak mampu melewatinya. Nggak ada yang perlu dibahas ketika kita mampu melewatinya dengan sempurna tapi yang jadi masalah kan jika sebaliknya. Ketika jalan itu buntu kita pasti dihadapkan pada dua pilihan yaitu mencari jalan lain pada tujuan yang sama atau mencari tujuan yang lain. Masing-masing orang memiliki pertimbangan yang bisa jadi sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Yang jelas masing-masing pertimbangan memiliki alur tersendiri menurut kecenderungan masing-masing pribadi dan di setiap alur yang diciptakan tersebut ada tanggung jawab yang mau tidak mau harus dilakukan.
***
Saya pernah membaca sebuah artikel yang dimuat di Clear Magazine tentang attitude. Tulisan ini pun terinspirasi oleh artikel yang ditulis oleh Rene Suhardono tersebut. Dia menuliskan bahwa attitude adalah segala sesuatu yang menentukan model hidup yang akan kita jalani sekarang dan masa yang akan datang. Kalau kita berfikir akan kehidupan “A” maka kehidupan “A” lah yang akan kita jalani. Apakah jalan yang akan dilalui untuk pilihan “A” akan lebih mudah dan menyenangkan dibanding dengan jalan “B”? Belum tentu juga. Ibaratnya begini, kalau saya sekarang diminta untuk berhenti kerja dari tempat saya bekerja sekarang dan pindah ke tempat lain yang lebih nyaman menurut orang lain belum tentu saya mau. Karena saya memiliki impian di sini. Tapi bisa jadi orang lain punya pertimbangan yang berbeda dengan saya.
Jadi siapa yang menjadi sopir dari attitude kita? Ya kita sendiri lah. Otomatis kita nggak berhak untuk menyalahkan orang lain atau lingkungan dengan segala sesuatu yang terjadi dari pilihan yang kita ambil. Memang terkadang terasa lebih mudah untuk mencari penyebab dari faktor eksternal dibandingkan mencari tanggung jawab dari hati kita. Jadi kalau pilihan yang kita ambil ternyata nggak menyenangkan buat diri kita itu salah siapa?
Attitude mempengaruhi kesenangan, kebahagiaan untuk melakukan kerja-kerja di pilihan yang sudah kita pilih, kapanpun dan dimanapun. Tentu saja tanggung jawab dalam pilihan itu akan enteng dilakukan bila pilihan itu sesuai dengan hati.
Dalam artikel yang sama disebutkan bahwa ketika kita dihadapkan pada hal-hal yang nggak enak, hanya ada tiga pilihan yaitu coba memperbaiki suasana, cabut alias keluar, atau ganti attitude kita. Nah, gimana jika sudah terlanjur keluar tapi di luar nggak lebih menyenangkan? Setiap pilihan ada resikonya.
Pernah dengar rumus dari Kazuo Inamori? Dia pernah bilang bahwa untuk sukses itu ternyata ada tiga komponen :
Ability (kebiasaan, pendidikan, kompetensi) x Effort (usaha, kerja keras, dan daya tahan) x Attitude
Seandainya saja salah satu komponen bernilai negative hasilnya gimana? Tentu kita tahu hasilnya.
***
Jadi kalau kembali ke cerita saya di awal tadi, apa yang mesti dilakukan jika ada anggota yang keluar? Itu pilihan dia untuk memilih jalan yang akan dilalui. Orang lain hanya berhak memberikan alternative pilihan dan resiko yang mungkin timbul dari pilihan itu. Yang jelas kita mesti sadar bahwa dari setiap pilihan itu ada tanggung jawabnya.
Ibarat iklan, “I’m Vario, what about you?”
Paiton, 3 Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar