Kamis, 13 Desember 2012

Loncatan Persepsi



Siang yang membosankan sekaligus melelahkan. Setidaknya hal itu yang saya rasakan di penghujung tahun 2012 ini. Kebosanan yang mungkin disebabkan karena semakin besarnya tekanan di penghujung tahun atau mungkin hanya tekanan akibat kelelahan rutin yang menumpuk. Hal yang sangat dipengaruhi oleh persepsi. Saya yakin bahwa banyak orang yang mempersepsikan bahwa akhir tahun adalah saat untuk melepaskan diri dari persepsi kelelahan dan saat untuk mengharap aktivitas yang fresh dapat dilakukan di awal tahun nanti.
Kepenatan yang dirasakan setiap orang pun bervariasi. Sebagian merasakan penat karena frekuensi kerja yang cenderung meninggi dan sebagian lain penat justru karena merasakan bahwa keberadannya di tempat kerja kurang dianggap. Dengan kata lain, kapasitas yang dimiliki tidak diberdayakan secara optimal di dalam organisasi atau tempat kerja.
Beberapa waktu yang lalu kebetulan saya ngobrol dalam suasana yang santai dengan teman saya. Teman saya ini sedikit mengeluhkan dengan kondisi kerjanya.
“Saya itu pusing bukan karena banyak kerjaan”, katanya.
“Justru karena bos saya tidak menganggap saya itu bisa”, lanjutnya.

Dia menceritakan bahwa di divisi tempat teman saya bekerja ini dipimpin oleh seorang atasan setingkat di bawah Manajer dan empat orang staf dimana teman saya ini adalah salah satu stafnya. Atasan teman saya ini sangat sering mendisposisi pekerjaan kepada tiga staf yang lain. Berbeda dengan teman saya yang jarang diberikan disposisi. Sekalinya diberikan disposisi kerjaannya sangat mudah dan mungkin tidak sebanding dengan kompetensi teman saya ini yang merupakan salah alumnus  universitas terkenal dengan predikat cumlaude.
Dan saya pun yakin bahwa dengan kapasitasnya dia sangat mampu untuk diberikan tanggung jawab yang lebih.
“Pokoknya useless lah”, pungkasnya.
Bagi sebagian orang, mendapatkan posisi seperti teman saya ini menjadi hal yang sangat nikmat. Kerjaan mudah dan gaji mengalir terus.  Akan tetapi tidak bagi yang lain. Tidak dioptimalkannya seseorang dalam sebuah organisasi, mempersepsikan bahwa dia adalah orang yang tidak mampu secara kompetensi atau komitmennya terhadap organisasi tidak dipercaya.
Dengan kata lain, posisi teman saya ini menggantung. Tidak  diturunkan dan enggan dinaikkan. Persepsi ini melahirkan satu kekhawatiran yang akan meloncat ke kekhawatiran yang lain sebagaimana pikiran yang dapat berpindah dari satu topik ke topik yang lain. Kehilangan kontrol terhadapnya membuat kelelahan menjadi semakin luar biasa.
Dr. Shigeo Haruyama mengatakan dalam bukunya “The Miracle of Endorphin”, bahwa jika seseorang kehilangan kontrol terhadap pikirannya, otak akan mengeluarkan noradrenalin yang merupakan hormon beracun. Hormon ini menempati urutan kedua kedua setelah bisa ular. Zat ini memang sangat sedikit diproduksi otak. Namun, jika orang yang bersangkutan terus menerus tertekan, racun ini akan membuatnya sakit, lebih cepat tua dan lebih cepat meninggal.
Nah, apakah solusinya harus resign dan cari kerjaan baru yang lebih baik?  Tentu saja tidak mutlak seperti itu. Nobody can guarantee our future. Tidak ada yang menjamin kalau resign akan mendapat tempat lebih baik dan tidak ada pula yang menjamin perbaikan kalau tetap di tempat kerja yang lama. Bahkan satu menit kedepan adalah misteri. Jadi perbaikan dengan jalan resign atau memilh tetap stay masih merupakan kemungkinan yang tidak pasti.
Menurut saya, justru satu-satunya kemungkinan yang pasti adalah merubah persepsi diri kita sendiri. Merubah persepsi yang melahirkan kekhawatiran. Dalam buku “Your Journey To Be Ultimate U”,  Rene’ Suhardono mengungkapkan bahwa 90% kekhawatiran tidak pernah terjadi dan 10% sisanya memang di luar kontrol kita.
Mungkin ada saatnya kita tidak terlalu ambil pusing dengan persepsi tidak bergunanya kita (useless) di tempat kerja atau di organisasi. Melakukan apa yang dapat kita lakukan dengan keikhlasan akan memberikan setetes ketenangan. Suatu saat, keikhlasan inilah yang akan membuahkan hasil, entah hasil itu kita nikmati sendiri atau orang-orang setelah kita.
Orang tua kita adalah contoh terdekat petani keikhlasan yang memanen hasil untuk anak-anaknya.

Yogyakarta, 13 Desember 2012   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar