Jumat, 07 Desember 2012

Creating Happiness Bag



Perjalanan dinas yang melelahkan di Surabaya. Setidaknya stigma kelelahan itu yang sering saya rasakan ketika harus meninggalkan kota Jogja, sekalipun untuk waktu yang singkat. Berbeda ketika saya masih bekerja di Jakarta, ada rasa bahagia ketika saya harus meninggalkan kota Jakarta untuk perjalanan dinas yang panjang. Sedikit rasa penat itu luruh ketika pesawat yang saya tumpangi mulai meninggalkan Cengkareng. Apalagi jika tujuan perjalanan dinasnya ke Jogja, hehe.
Di tengah lelah dan penat yang saya rasakan di Surabaya, terngiang satu pertanyaan menarik yang dilontarkan teman saya di tengah obrolan pengantar tidur. Kebetulan saya dan teman saya menginap di tempat yang sama.
“Piye kerjaannya?”

”Dirimu seneng gak kerjaan ngene ki?”, lanjutnya.
Pertanyaan simple, akan tetapi ada beberapa alternatif jawaban yang muncul dari dalam diri kita, misalnya :
“Kerja dimanapun, jadi apapun nggak ada yang mudah. Bersyukur masih bisa bekerja”; atau
“Kerja itu ya ada susahnya sekaligus ada mudahnya. Masak mau makan tapi nyendok nasi saja nggak mau”, atau
“Demi anak dan istri, meskipun nggak senang yo harus dibetah-betahkan. Tapi kalau melihat bos seperti itu pengennya cepet-cepet resign”, dan masih banyak alternatif jawaban lain yang akan muncul.
Pertanyaan selanjutnya adalah dari mana kita mendapatkan informasi untuk menjawab pertanyaan itu?
Jangan-jangan jawaban itu kita adopsi dari sumber eksternal tanpa mempertimbangkan saran dari diri kita sendiri. Atau jangan-jangan kita sudah melakukan stigmatisasi diri terhadap klausul tentang susahnya bekerja sampai-sampai kita lupa terhadap tujuan bekerja itu sendiri. Kita terlalu sibuk mempersiapkan diri untuk hidup dan lupa untuk menjalani hidup itu sendiri.
Berarti ada hal penting yang masih belum ditemukan untuk mendasari jawaban dari pertanyaan  simple di atas.
Untuk menemukan hal penting tersebut, ada satu pertanyaan yang harus sering kita tanyakan pada diri kita dan harus kita jawab dengan jujur.
Ketika bertemu sahabat, kita sering mengucapkan, “Gimana kabarnya?”
Dan jawaban yang sering kita dapatkan adalah , “Alhamdulillah”, “OK”, atau bahkan “Luar Biasa”.
Pertanyaan inilah yang justru penting apabila ditanyakan untuk diri kita. Kira-kira jawaban apa yang akan kita berikan?
Sekarang, apakah sudah ditemukan hal penting untuk mendasari jawaban dari pertanyaan simple, “Senang nggak dengan pekerjaan saat ini?”
Ya, jawabannya adalah menikmati pekerjaan yang dilakukan. Tapi bagaimana bisa menikmatinya kalau kenyataanya suasana kerja nggak nyaman, gaji nggak mencukupi atau bos yang semena-mena?
Mungkin ada baiknya kita menempatkan porsi yang cukup untuk suara hati kita. Setidaknya, ketika kita memilih sebuah pekerjaan, intervensi terbesar adalah diri kita. Dengan pilihan jujur berarti kita sudah membuat satu kantong kebahagiaan yang akan menjadi penyumbang sekian persen supply kebahagiaan diri kita, tergantung seberapa besar kantong yang kita buat. Ketidakjujuran dalam memilih akan menjadi jarum yang setiap saat akan siap menusuk kantong kebahagiaan yang kita buat.  
Satu contoh. Kadangkala ketika kita akan memasang foto kita di dunia maya, entah itu di BBM, facebook, twitter atau media sosial yang lain kita melakukan foto berulang-ulang. Kita mencari foto yang benar-benar pas dan memuaskan ketika dilihat oleh teman-teman kita di dunia maya. Bahkan tak jarang kita edit foto kita dengan photoshop sehingga terlihat lebih cantik, langsing, gagah dan berwibawa.
Apa pasal?
Karena kita tidak yakin dengan foto kita sendiri. Kita takut tidak terlihat cantik dan fresh di dunia maya. Padahal sejujurnya, sejelek apapun diri kita terlihat di foto, itu adalah foto kita sendiri. Pernahkah dalam hati kecil, kita mengakui bahwa foto yang menurut kita jelek itu bukan kita? Nah, disinilah pentingnya kejujuran hati itu.

Your heart knows long before your head does [Rene’ Suhardono]

Yogyakarta, 7 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar