Sabtu, 11 Juni 2011

Semampu Berbagi


Jumat malam, 21.30 WIB.
Alhamdulillah, sampai di Jakarta dengan selamat meskipun untuk sampai kos saya harus menikmati sedikit kemacetan di atas bus DAMRI menuju Blok M. Sebenarnya hati saya masih setengah hati untuk kembali ke kota ini setelah dua hari dimanjakan dengan suasana kecamatan Paiton yang nyaman. Apalagi di akhir pekan yang biasanya saya gunakan untuk sedikit memanjakan diri dengan bermalas-malasan. Dengan sisa tenaga dan niat yang seadanya datang juga saya dalam training itu.
Sabtu pagi.
Ya. Training basic ESQ yang sudah memiliki jutaan alumni yang tersebar di seluruh Indonesia dan beberapa Negara tetangga. Di hari pertama ini tak banyak yang bisa saya ceritakan karena tak banyak juga hasil tangkapan ilmu yang berhasil saya jaring di otak saya.
Saya sungguh terkesan dengan salah satu fragmen pembukaan training tadi pagi. Berbekal pengalaman dari Pak Ary Ginanjar diceritakan ulang tentang senyum seorang penjaga tiket masuk tol.
Setengah baya, tua sekali belum, muda pun sudah terlewat. Begitu gambaran usia Bapak penjaga tiket tol. Setiap pagi, menuju tempat kerjanya Pak Ary selalu melewati tol tersebut dan selalu berjumpa dengan Bapak itu. Awalnya Pak Ary tidak tertarik dengan penjaga pintu tol itu. Seperti kita tahu bahwa tidak ada yang special dari profesi seorang penjaga pintu tol. Setiap ada kendaraan masuk dia hanya melaksanakan satu pekerjaan utama yaitu melayani pembayaran tiket masuk tol. Saking hafalnya dengan pekerjaannya kadang-kadang penjaga pintu tol hanya menjulurkan tangannya menyerahkan tiket dan uang kembalian tanpa harus melihat pengendaranya. Begitu seterusnya sepanjang harinya. Hanya saja yang dilakukan oleh Bapak penjaga pintu tol ini sedikit berbeda dari yang lainnya. Setiap kali dia menyerahkan tiket dan kembalian pasti diiringi dengan senyum terlempar kepada pengendara mobil yang lewat.
“Ketika pertama kali bertemu saya tidak begitu memperhatikan senyum Bapak ini”, ujar Pak Ary yang diceritakan ulang oleh salah satu muridnya,”Kemudian saya menjadi penasaran ketika Bapak itu melakukan hal yang sama setiap kali saya melewati pintu tol itu”.
“Saking penasarannya”, lanjut Pak Ary kemudian,”Saya mencoba menemui Bapak itu. Saya tanyakan, kenapa Bapak itu selalu tersenyum kepada semua pengendara yang lewat pintu tol itu”.
 “Mohon maaf Pak”, tanya Pak Ary kepada petugas itu,”Saya setiap hari bertemu dengan Bapak di pintu tol ini dan setiap kali bertemu, Bapak senantiasa tersenyum kepada pengendara mobil”.
“Apakah Bapak masih baru, menjadi petugas pintu tol ini?”, lanjut Pak Ary.
Masih dengan senyum khasnya Bapak itu menjawab pertanyaan Pak Ary.
“Oh, tidak Pak”, jawab Bapak itu, “Saya sudah lama bekerja di sini, sebagai petugas di pintu tol ini”.
“Ataukah sering dipindahtugaskan di bagian lainkah sehingga Bapak tidak bosan kerja seperti ini saja?”, tanya Pak Ary kemudian.
“Tidak juga Pak”, sahut Bapak itu, “Oh iya, saya pernah sih Pak dipindah tugas oleh atasan saya. Dulunya saya menghadap ke kanan, sekarang menghadap ke kiri Pak”
“Apa yang membuat Bapak selalu tersenyum kepada setiap pengendara mobil yang lewat pintu tol ini?”, lanjut Pak Ary, “Berbeda sekali dengan kebanyakan petugas penjaga pintu tol”.
Bapak itu tersenyum kembali.
“Saya”, sahut Bapak itu, “Tidak punya kelebihan apa-apa Pak”.
“Saya hanya petugas penjaga pintu tol yang setiap harinya melayani tiket masuk pintu tol ini Pak”, lanjut Bapak itu, “Jadinya saya melakukan sesuatu yang memungkinkan saya lakukan saya Pak dengan keterbatasan saya”
“Saya doakan setiap pengendara itu ketika pagi”, masih dengan senyum khasnya, “Semoga pengendara itu sampai ke kantornya dengan selamat dan dapat melakukan pekerjaan terbaiknya.
“Jika waktu sore tiba”, lanjutnya, “Saya doakan semoga pengendara itu sampai di rumah dengan selamat. Memberikan rejeki yang berkah buat istri dan anak-anaknya”
“Harapan saya”, ujarnya, “Semoga pahalanya bekerja keras dan mencintai keluarganya dapat saya nikmati juga Pak”.
Ya. Senyum dan doa sederhana yang disampaikan Bapak itu.
Senyum yang memaknai perjalanan hidup sebagai seorang penjaga pintu tol. Senyum yang menandakan kelembutan nurani dan keikhlasan berbagi.

Hati kita masing-masing dihuni cahaya
Dan ruh-ruh di sana telah saling melihat kilaunya
Merasai pertemuan kembali yang lama dinanti
Maka wahai para nurani, saling berlembutlah
Karena kalian sedang berpelukan, dalam dekapan ukhuwah
(Dalam Dekapan Ukhuwah, 237)

Jakarta, 11 Juni 2011
21.45 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar