Saya tidak pernah membayangkan
sebelumnya jika teman saya ini akan menjadi musisi dan pemilik beberapa studio
musik yang sukses – setidaknya menurut ukuran saya- di Jogja. Apa pasal? Karena
backgorund pendidikannya adalah engineering, sama seperti saya. Sebelumnya,
saya termasuk orang yang punya pemikiran mainstream
tentang pekerjaan dan kehidupan. Lulusan Pendidikan Dokter pastilah akan menjadi
seorang dokter, lulusan Farmasi tentu akan menjadi apoteker, dan lulusan Fakultas
Teknik, pantasnya menjadi seorang engineer.
Jadi, jika seseorang ingin jadi musisi, harusnya dia mengambil jurusan seni
musik.
Tapi, keyakinan saya seperti ini
perlahan mulai tergerus dengan melihat sekian fakta empirik yang sama sekali
berbeda. Tidak semua lulusan Pendidikan Dokter Gigi akan menjadi dokter. Tidak terhitung
banyaknya lulusan Fakultas Pertanian yang menjadi Bankir. Bahkan ada juga
wartawan yang akhirnya menjadi CEO Perusahaan Listrik Negara. Tentu kita masih
ingat Tina Talisa, seorang news anchor
di sebuah televisi swasta yang ternyata lulusan Kedokteran Gigi atau Pak Dahlan
Iskan yang memiliki latar belakang sebagai wartawan dipercaya memimpin
Perusahaan Listrik Negara dan selanjutnya ditunjuk sebagai Menteri BUMN.
Pertanyaannya, apa yang menyebabkan
orang-orang tadi sangat yakin menjalani profesi yang sangat berbeda dari latar
belakang pendidikan yang ditempuh ataupun pekerjaan sebelumnya?
Saya yakin, mayoritas yang membaca
tulisan ini akan berfikir jawaban seperti ini :
“Pasti Tina Talisa itu memang sudah
punya bakat jadi news anchor, dan
kuliah di Kedokteran Gigi itu adalah cita-citanya yang lain”
“Pak Dahlan juga punya beberapa
pembangkit listrik di Kalimantan sebelum jadi CEO PLN, jadi sudah tahu garis
besar proses bisnis di PLN”
Memang benar bahwa bakat ataupun
pengalaman adalah salah satu faktor dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi
seseorang terjun ke dalam ‘dunia lain’ yang berbeda sama sekali dari latar
belakang pendidikan, akan tetapi ada faktor lain yang tidak kalah penting yaitu
belief dan confidence.
Rhenald Kasali dalam bukunya Marketing in Crisis mengatakan bahwa belief adalah suatu kepercayaan yang
bersifat fundamental dan general serta menyangkut apa yang dipercayai oleh seseorang
dalam hidup ini sedangkan confidence
adalah kepercayaan pada diri sehingga sering disatukan menjadi kata self confidence. Sebaliknya, kalau tidak
yakin dengan kemampuan diri maka kita
dikatakan kehilangan confidence.
Belief merupakan modal untuk menyetel
ekspektasi hidup seseorang. Kepuasan diri (self
satisfaction) sangat tergantung pada seberapa tinggi kita menaruh harapan
pada sesuatu yang ingin dicapai. Kepuasan
diri inilah yang membentuk kepercayaan diri dan berpengaruh pada keberhasilan
pembentukan harga diri (self esteem).
Meskipun orang-orang yang saya ceritakan
di atas tidak pernah bercerita secara blak-blakan,
saya yakin teman saya, Tina Talisa, dan Pak Dahlan sudah memiliki modal core belief untuk menjadi musisi, news anchor, ataupun
pemimpin perusahaan dan mereka menaruh harapan yang begitu besar pada keyakinannya itu.
Buktinya beberapa lagu yang dimainkan
teman saya ini bersama grupnya, ia unggah di Youtube dan sejumlah pesan singkat
tentang studio musik dan proyek pembangunan studio musik di beberapa daerah seringkali
mampir di HP saya. Inilah yang saya
nilai sebagai wujud penghargaan kepada diri (self esteem) atas kepuasan terhadap apa yang dia percaya mampu
dilakukan selama ini.
Meminjam istilah Pak Iwan Agung (saat
ini General Manager PLN Unit Pembangkitan Jawa Bali) dalam bukunya Positive Power,
air itu mempunyai dua sisi berlawanan yang sama-sama powerful. Di satu sisi, air
itu bersifat menyejukkan, menghidupi makhluk bumi, dan memadamkan api. Di sisi
lain, kalau kita pernah jalan-jalan di PLTA Cirata, PLTA Saguling atau PLTA
Sutami, air dimanfaatkan energi potensialnya sehingga dapat menghasilkan
listrik yang menerangi dan bahkan acap disalahkan apabila terjadi kebakaran
dengan sebab hubung singkat. Air yang awalnya dingin dan menyejukkan itu dapat
menjadi api yang menyala-nyala.
Kalau air saja mampu seperti itu, manusia
pasti bisa lebih dengan kekuatan core
belief..
Berarti sebenarnya manusia itu juga memiliki lebih dari dia sisi u tuk aktualisasi diri ngunu?
BalasHapusNek perumpamaan air nya aku rodo paham ning nek karo Tina dan pak Dahlan ijih bingung. Haahaa