Selasa, 08 Januari 2013

Menciptakan Kemenangan Sendiri


“Yang kalem saja, tidak semua kompetisi harus kita menangkan”, demikian kata sahabat saya ketika saya menceritakan perihal ketidaklolosan saya dalam sebuah tes masuk kerja. Persiapan untuk menghadapi tes itu sudah saya lakukan jauh sebelum hari – H pelaksanaan tes, baik itu persiapan fisik maupun akademik. Sebulan lebih saya harus menahan keinginan menyantap aneka gorengan kegemaran  hanya karena takut naiknya kadar kolesterol dan hampir setiap ba’da shubuh saya sempatkan untuk lari pagi.
Akan tetapi kondisi mental terlewat saya persiapkan
. Pada saat pelaksanaan tes kesehatan, justru saya jatuh pingsan ketika pengambilan darah kondisi puasa. Dan seperti yang sudah diperkirakan pasca kejadian itu, saya tidak lolos tes kesehatan. Padahal tes itu adalah tes terakhir dari serangkaian tahapan seleksi masuk kerja di sebuah perusahaan. Sandungan yang menjatuhkan menjelang finish itu membuat kekecewaan lebih terasa, mungkin akan berbeda ceritanya ketika saya tersandung sejak tahapan awal.
Sampai kemudian sahabat saya menanyakan satu pertanyaan, “Ketika persiapan menghadapi tes itu, pernahkah terfikir untuk menikmati jogging dan makan sayuran setiap hari?”
“Sama sekali tidak ada pikiran itu”, jawab saya,”Yang ada di pikiran saya saat itu adalah segera mendapatkan kondisi badan yang sehat, berat badan yang ideal dan kadar kolesterol yang normal sehingga lolos seleksi”.
“Itulah yang salah”, lontarnya.
“Kamu terlalu tergesa-gesa untuk bisa segera sampai di ‘kesuksesanmu’ tanpa menghiraukan nikmatnya perjalanan itu. Ibarat orang yang sembuh dari sakit, makna kesembuhan itu akan terasa sepanjang perjalanan sakit menuju titik kesembuhan”, lanjutnya.
“Maksudnya bagaimana?”, sahut saya.
“Itulah yang saya maksudkan bahwa tidak semua kompetisi itu wajib dimenangkan. Memang dalam setiap kompetisi, kemenangan menjadi impian setiap peserta dan tak jarang kita harus membunuh rival-rival kita demi memenangkan kompetisi itu. Padahal kita memiliki kesempatan yang didukung kekhasan diri kita masing-masing untuk menciptakan kemenangan baru tanpa harus melakukan pembunuhan. Bisa jadi setiap peserta dapat memenangkan kompetisi dengan caranya masing-masing”, jawabnya sambil terkekeh.
“Pun rasanya  sangat melelahkan jika semua hal kita maknai dengan kompetisi”, pungkasnya.
***
Menyadari kekhasan diri untuk menciptakan kemenangan baru. Itulah kesimpulan dari pernyataan sahabat saya tadi. Di sana ada semangat untuk menciptakan kemenangan baru tanpa harus terpaku dengan pencapaian kemenangan orang lain. Bahkan kemenangan yang diciptakan sendiri akan mempunyai warna yang berbeda dengan kemenangan orang lain.
Selaras dengan yang dikatakan sahabat saya di atas. Pasca kelulusannya sebagai Sarjana Pertanian, dia tidak berminat untuk mengikuti kompetisi yang umumnya diikuti oleh lulusan universitas, yaitu bursa kerja.  Dengan pengetahuan, pengalaman serta jaringan yang dimiliki, dia mencoba mengembangkan bisnis pertanian di salah satu daerah dengan menggandeng masyarakat sekitar sebagai penggerak bisnisnya itu. Memang pada awalnya, keuntungan yang diperoleh masih belum sebanding dengan gaji yang diterima oleh fresh graduate yang bekerja di perusahaan besar, akan tetapi dengan cara itu dia sudah berhasil menciptakan kemenangan baru. Kesadaran akan kekhasan yang dimiliki itulah yang menjadi dasarnya untuk terus berinovasi.
Semangat menciptakan kemenangan baru juga sudah diajarkan oleh leluhur kita, Ki Hajar Dewantara yaitu Niteni (melihat apa yang dilakukan orang lain), Nirokke (menirukan apa yang dilakukan orang lain) dan Nambahi (menambah apa yang sudah dipelajari agar lebih baik mutunya).
Keinginan untuk terus menerus menang dalam setiap kompetisi telah diungkap dalam buku karya Michael Porter, Competitive Advantage : Creating and Sustaining Superior Performance yang berisi tentang pandangan bahwa filosofi bisnis adalah mengungguli bisnis yang lain dengan persaingan sebagai medan pertempurannya.  Di sini terjadi saling tekan antar perusahaan dimana perusahaan yang kalah akan mundur dengan berdarah-darah. Hanya ada satu crash solution untuk perusahaan yang terus-menerus tertekan yaitu dengan ‘inovasi’. Dengan inovasi, bisnis tidak perlu berjalan dengan terseok-seok dan berdarah, justru inovasi itu menciptakan track sendiri di luar track pertempuran.
Itulah kenyataan dalam bisnis.
Tak dapat dipungkiri, sebagai pribadi, kondisi berdarah-darah pun dapat kita alami jika kita memaksa diri merangsek ke dalam track pertempuran dengan persenjataan yang minim. Dalam kondisi ini pilihannya hanya ada dua : maju terus sampai mati atau menciptakan track lain menuju kemenangan kita sendiri yang akan membuat rival kita terbengong.

Yogyakarta, 8 Januari 2013
~Teringat dengan etoser baru yang masih hangat dengan semangat~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar