“Yang
kalem saja, tidak semua kompetisi harus kita menangkan”, demikian kata sahabat
saya ketika saya menceritakan perihal ketidaklolosan saya dalam sebuah tes
masuk kerja. Persiapan untuk menghadapi tes itu sudah saya lakukan jauh sebelum
hari – H pelaksanaan tes, baik itu persiapan fisik maupun akademik. Sebulan
lebih saya harus menahan keinginan menyantap aneka gorengan kegemaran hanya karena takut naiknya kadar kolesterol
dan hampir setiap ba’da shubuh saya sempatkan untuk lari pagi.
Akan
tetapi kondisi mental terlewat saya persiapkan
. Pada saat pelaksanaan tes kesehatan, justru saya jatuh pingsan ketika pengambilan darah kondisi puasa. Dan seperti yang sudah diperkirakan pasca kejadian itu, saya tidak lolos tes kesehatan. Padahal tes itu adalah tes terakhir dari serangkaian tahapan seleksi masuk kerja di sebuah perusahaan. Sandungan yang menjatuhkan menjelang finish itu membuat kekecewaan lebih terasa, mungkin akan berbeda ceritanya ketika saya tersandung sejak tahapan awal.
. Pada saat pelaksanaan tes kesehatan, justru saya jatuh pingsan ketika pengambilan darah kondisi puasa. Dan seperti yang sudah diperkirakan pasca kejadian itu, saya tidak lolos tes kesehatan. Padahal tes itu adalah tes terakhir dari serangkaian tahapan seleksi masuk kerja di sebuah perusahaan. Sandungan yang menjatuhkan menjelang finish itu membuat kekecewaan lebih terasa, mungkin akan berbeda ceritanya ketika saya tersandung sejak tahapan awal.
Sampai
kemudian sahabat saya menanyakan satu pertanyaan, “Ketika persiapan menghadapi
tes itu, pernahkah terfikir untuk menikmati jogging
dan makan sayuran setiap hari?”
“Sama
sekali tidak ada pikiran itu”, jawab saya,”Yang ada di pikiran saya saat itu
adalah segera mendapatkan kondisi badan yang sehat, berat badan yang ideal dan
kadar kolesterol yang normal sehingga lolos seleksi”.
“Itulah
yang salah”, lontarnya.
“Kamu
terlalu tergesa-gesa untuk bisa segera sampai di ‘kesuksesanmu’ tanpa
menghiraukan nikmatnya perjalanan itu. Ibarat orang yang sembuh dari sakit,
makna kesembuhan itu akan terasa sepanjang perjalanan sakit menuju titik
kesembuhan”, lanjutnya.
“Maksudnya
bagaimana?”, sahut saya.
“Itulah
yang saya maksudkan bahwa tidak semua kompetisi itu wajib dimenangkan. Memang
dalam setiap kompetisi, kemenangan menjadi impian setiap peserta dan tak jarang
kita harus membunuh rival-rival kita
demi memenangkan kompetisi itu. Padahal kita memiliki kesempatan yang didukung
kekhasan diri kita masing-masing untuk menciptakan kemenangan baru tanpa harus melakukan
pembunuhan. Bisa jadi setiap peserta dapat
memenangkan kompetisi dengan caranya masing-masing”, jawabnya sambil terkekeh.
“Pun
rasanya sangat melelahkan jika semua hal
kita maknai dengan kompetisi”, pungkasnya.
***
Menyadari
kekhasan diri untuk menciptakan kemenangan baru. Itulah kesimpulan dari
pernyataan sahabat saya tadi. Di sana ada semangat untuk menciptakan kemenangan
baru tanpa harus terpaku dengan pencapaian kemenangan orang lain. Bahkan
kemenangan yang diciptakan sendiri akan mempunyai warna yang berbeda dengan
kemenangan orang lain.
Selaras
dengan yang dikatakan sahabat saya di atas. Pasca kelulusannya sebagai Sarjana
Pertanian, dia tidak berminat untuk mengikuti kompetisi yang umumnya diikuti
oleh lulusan universitas, yaitu bursa kerja.
Dengan pengetahuan, pengalaman serta jaringan yang dimiliki, dia mencoba
mengembangkan bisnis pertanian di salah satu daerah dengan menggandeng
masyarakat sekitar sebagai penggerak bisnisnya itu. Memang pada awalnya,
keuntungan yang diperoleh masih belum sebanding dengan gaji yang diterima oleh fresh graduate yang bekerja di
perusahaan besar, akan tetapi dengan cara itu dia sudah berhasil menciptakan
kemenangan baru. Kesadaran akan kekhasan yang dimiliki itulah yang menjadi
dasarnya untuk terus berinovasi.
Semangat
menciptakan kemenangan baru juga sudah diajarkan oleh leluhur kita, Ki Hajar
Dewantara yaitu Niteni (melihat apa
yang dilakukan orang lain), Nirokke
(menirukan apa yang dilakukan orang lain) dan Nambahi (menambah apa yang sudah dipelajari agar lebih baik
mutunya).
Keinginan
untuk terus menerus menang dalam setiap kompetisi telah diungkap dalam buku
karya Michael Porter, Competitive
Advantage : Creating and Sustaining Superior Performance yang berisi
tentang pandangan bahwa filosofi bisnis adalah mengungguli bisnis yang lain
dengan persaingan sebagai medan pertempurannya.
Di sini terjadi saling tekan antar perusahaan dimana perusahaan yang
kalah akan mundur dengan berdarah-darah. Hanya ada satu crash solution untuk perusahaan yang terus-menerus tertekan yaitu
dengan ‘inovasi’. Dengan inovasi, bisnis tidak perlu berjalan dengan terseok-seok
dan berdarah, justru inovasi itu menciptakan track sendiri di luar track
pertempuran.
Itulah
kenyataan dalam bisnis.
Tak
dapat dipungkiri, sebagai pribadi, kondisi berdarah-darah pun dapat kita alami jika
kita memaksa diri merangsek ke dalam track
pertempuran dengan persenjataan yang minim. Dalam kondisi ini pilihannya hanya ada
dua : maju terus sampai mati atau menciptakan track lain menuju kemenangan kita sendiri yang akan membuat rival kita terbengong.
Yogyakarta,
8 Januari 2013
~Teringat dengan etoser baru yang masih
hangat dengan semangat~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar