Dilihat
dari prestasi akademis, tidak ada yang istimewa darinya. Kuliah dijalani
sebagaimana mahasiswa pada umumnya. Kehidupannya selama kuliah tidak jauh dari
kos-kosan, uang saku yang minim serta rutinitas perkuliahan. Kadangkala dia terlihat
sangat bersemangat dengan kuliahnya dan di saat yang lain dia tenggelam dalam aktivitas lain di luar kampus.
Pun kelulusan dia capai dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang pas-pasan dan waktu yang cukup lama – 5 tahun lebih.
Begitu
lulus, dia harus berjuang memecahkan tembok penghalang yang begitu besar untuk
memasuki dunia kerja.
“Setidaknya,
sudah empat puluh perusahaan saya daftar dalam kurun waktu satu tahun”,
ceritanya.
“Tapi
satu pun nggak ada yang nyantol”, lanjutnya sambil terbahak.
Tapi
itu cerita lama. Setahun mengangkat palu untuk memecahkan barrier to entry dunia kerja membuatnya banyak belajar. Awalnya dia memprediksi bahwa
tidak sampai enam bulan dari kelulusan dia akan bekerja di tempat yang
diinginkan. Prediksinya meleset. Bahkan berselang satu tahun pun dia masih
harus mengangkat palu itu. Dia menyadari bahwa ada gap yang cukup lebar antara prediksi dengan targetnya.
“Kemudian
saya berfikir, bagaimana mengisi gap
yang selebar itu?”,tanyanya retoris.
“Saat
itu muncul empat pilihan di hadapan saya. Pertama, berjuang dengan cara lama
dan bersikeras memasuki dunia kerja yang
saya idamkan sejak lama. Kedua, berjuang dengan cara lama dan mencoba memasuki
pilihan kerja yang lain. Ketiga, berjuang dengan cara baru untuk memasuki dunia
kerja lama yang saya idamkan dan yang keempat mencoba masuk ke dunia yang baru
dengan cara yang baru”, lanjutnya.
“Terus
akhirnya mana yang dipilih?”, tanya saya.
“Mungkin
Allah yang telah menjatuhkan pilihan ini pada saya. Pilihan terakhir telah menenggelamkan
saya”, sahutnya.
“Inilah
yang membuat saya enggan untuk meninggalkannya, setidaknya untuk saat ini”,
lanjutnya sambil menunjuk kebun buah naga yang menghampar.
Ya,
dia telah menjatuhkan pilihannya untuk berbisnis di bidang pertanian yang tidak
nyambung dengan jurusan yang dia ambil pada saat kuliah. Pilihan yang luar
biasa menurut saya. Sementara yang lain – termasuk saya – harus menggantungkan
isi periuk kepada orang lain, justru dia mencoba untuk mengisi periuk orang
lain. Dan tidak semua orang mampu bertahan di berada di pilihan itu.
Jatuh
bangun dia memulainya, bahkan kadang jalannya pun harus terseok. Akan tetapi
yang membuat saya harus berdecak kagum adalah kemampuannya untuk bertahan dan
belajar. Di tengah sakit dan lambatnya berjalan dengan terseok, dia tidak
memutuskan untuk berhenti berjalan meski harus bertopang dengan tongkat.
Tongkat inilah yang disebutnya ‘keyakinan’.
“Coba
terus saja. Pada saat harus bangkit untuk pertama kali memang rasanya sangat
berat”, pungkasnya.
***
Inilah
yang menurut saya, disebut dengan ekspansi ide dalam kurva efek pembelajaran. Sahabat
saya tadi telah mengungkapkan ekspansi ide dalam empat grid (pemetaan) dan dia
menjatuhkan pilihan di grid yang keempat, yaitu diversifikasi ide. Dia mencoba
mengembangkan ide baru untuk memasuki dunia yang benar-benar baru dan - luar
biasanya - dia berhasil bertahan di situ.
Tidak
ada pilihan yang salah dari keempat pilihan di atas, akan tetapi kemampuan
bertahanlah yang menjadi penentunya. Kurva efek pembelajaran menggambarkan
bahwa kesulitan untuk bangkit akan tereduksi seiring dengan pembelajaran dan
pengalaman yang kita dapatkan.
Dalam
dunia industri, Thompson (2012) dalam buku Crafting
and Excecuting Strategy mengungkapkan bahwa cost yang dikeluarkan oleh
sebuah industri akan cenderung menurun seiring dengan pengalaman dan
pembelajaran yang didapatkan oleh industri tersebut.
Penurunan biaya industri itulah yang
diinferensikan dengan penurunan kesulitan dalam kurva efek pembelajaran.
Jadi
kalau jatuh dan terseok itu sudah menjadi kebiasaan, maka bangkit akan menjadi
kebiasaan pengiringnya.
Yogyakarta,
14 Januari 2013
wah, keren2 bang hasan ^_^
BalasHapusdari sekian laskar blogger, yg masih apdet sy baru nemu blog hasan n eki
*teknik bersatu tak bisa dikalahkan yak =D
bukunya baru mulai mau saya baca skr...gimana kalau diceritain aja bro isi bukunya ke saya?
BalasHapus